Ilustrasi judi online. Foto: CNN Indonesia TVJakarta - Masalah judi online (judol) masih marak terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Termasuk pada kalangan akademik seperti mahasiswa. Menurut data Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), pada akhir tahun 2023 terjadi transaksi judol sebesar Rp 327 triliun. Selain itu, Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring mencatat ada sebanyak 2,37 juta orang terjebak judol. Dari jumlah tersebut, 80 persennya adalah kelompok masyarakat yang berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Sebanyak 960 ribu adalah mahasiswa. Menurut pengamat investasi, keuangan, dan perbankan sekaligus dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) I Wayan Nuka Lantara MSi PhD, maraknya judol pada mahasiswa dipengaruhi oleh teknologi dan kemudahan mengaksesnya, serta kurangnya edukasi. Baca juga: 960 Ribu Pelajar Terlibat Judol, Kemendiktisaintek Bakal Bantu Rehabilitasi KorbanBaca juga: Tawuran-Narkoba-Judol Mengintai Siswa, Ini Langkah Kemendikdasmen dan PolriKemudahan Transaksi Judol bagi MahasiswaMenurut Wayan, mahasiswa sebagai anak muda yang melek digital memiliki kemudahan mendapat informasi promosi judol. Selain itu, banyak mahasiswa juga yang tergiur lantaran uang depositnya yang kecil. "Judol (judi online) ini banyak digemari karena modalnya kecil, tapi untungnya berlipat," ujar Wayan dalam laman UGM, dilansir pada Jumat (29/11/2024). Sebuah studi menunjukkan sebanyak 82% dari mahasiswa yang mengakses internet pernah melihat iklan judol. Contohnya lewat Instagram, Facebook, dan media sosial lain. Judol Akibatkan Gambling DisorderWayan menyorot dampak terbesar akibat judi online yakni dalam hal ekonomi. Korban judi online pun akan merasakan efek gambling disorder. Efek tersebut terjadi saat seseorang telah mengalami kekalahan berkali-kali. Namun, bukannya sadar, mereka malah kembali menyetorkan uangkan dengan harapan bisa mendapatkan keuntungan besar. "Diibaratkan menggali sebuah lubang, makin dia menggali, lubang itu akan makin dalam, dan dia akan terjebak di dalamnya," ungkap Wayan. Perlunya Forum Pencegahan Judol di KampusMelihat angka kasus judol yang besar di kampus, Wayan menyarankan kampus-kampus untuk membuat forum khusus pencegahan judi online. Gunanya untuk membangun kesadaran dan edukasi bahaya judol bagi mahasiswa. Pasalnya, judol tak cuma merugikan korban secara ekonomi, tapi juga sosial hingga psikologis. Akibatnya, pemerintah akan lebih berat dalam mengurus korban judol. Wayan mencontohkan kasus judol di Jerman. Korban judol di negara tersebut membuat pemerintah harus mengeluarkan biaya rehabilitasi yang jauh lebih besar daripada kerugian judol dari para korbannya. Oleh karena itu, dampak dari judol bagi negara bisa melemahkan daya beli masyarakat. Selain itu, negara pun bisa rugi hingga ratusan triliun karena uang masuk ke alokasi dana lain. "Harapannya ada kesadaran dari pemerintah untuk menghentikan judi online ini, karena itu sangat merugikan," tutur Wayan. Video: Penampakan Deretan Barang Bukti Sitaan Desk Pemberantasan Judi Online |